POLA HUNIAN
MANUSIA PRA ASKSARA
Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang
kehidupan manusia- manusia pada masa lampau, di mana mereka
belum mengenal tulisan atau istilah lain. Untuk menamakan zaman pra aksara
yaitu zaman Nirleka. Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak
adanya tulisan. Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai
adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa Pra aksara adalah
zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah
adanya tulisan. Berakhirnya zaman Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk
setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut.
Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir pada tahun 4000 SM masyarakatnya sudah
mengenal tulisan, sehingga pada tahun 4000
SM, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Kehidupan masyarakat pra
aksara dapat di bagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1.Kehidupan
nomaden
2.Kehidupan semi
nomaden
3.Kehidupan
menetap
Meskipun demikian,
pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak dapat dijadikan dasar pembagian zaman. Oleh karena itu,
apabila dikaitkan dengan pembagian zaman, maka masyarakat pra aksara hidup pada
zaman batu dan zaman logam
Terlepas dari mana
asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan mereka mulai tinggal di
wilayah Indonesia, kita herus percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah
ribuan tahun sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan mereka
mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsa- bangsa di belaha dunia lain. Tahapan perkembangan
kehidupan masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah- pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kehidupanmasyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan
mereka seperti kelompok hewan, karena bergantung pada apa yang disediakan alam.
Apa yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang disediakan alam, seperti,
buah - buahan, umbi-
umbian, atau dedauanan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau
menggali dari tanah. Mereka tidak
pernah menanam atau mengolah pertanian
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa
kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut
sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan di kumpulkan telah
habis, mereka akan berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan
makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap
binatang buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan
berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah
memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah
mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar
10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah
mampu membuat alat- alat perlengkapan dari batu dan kayu,
meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana. Ciri- ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai
berikut:
*.Selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain,
*.Sangat bergantung pada alam,
*.Belum mengolah bahan makanan,
*.Hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan
berburu,*.Belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
*.Peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat
dari batu atau kayu.
- Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh
karena itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden
menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang
berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain, tetapi sudah disertai dengan
kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka
sudah mulai mengenal cara- cara mengolah bahan
makanan.Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan cirri- ciri sebagai berikut:
*.Mereka masih berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat lain;
*.Mereka masih bergantung pada alam;
*.Mereka mulai mengenal cara- cara mengolah bahan makanan;
*.Mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
*.Di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;
*.Sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke
tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka
akan kembali ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
*.Peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan
dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;
*.Di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu
juga terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah
memelihara anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat
membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah
goa ditemukan sisa- sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.
- Pola Kehidupan Menetap
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan
semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap manusia masih harus berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus
membangun tempat tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan
demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan
efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap.
Itulah, konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan masyarakat pra
aksara.
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan
atau kelebihan, di antaranya:
*.Setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal
yang lebih baik untuk waktu yang
lebih lama;
*.Setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak
harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
*.Para wanita dan anak-
anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan;
*.Wanita dan anak- anak
sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat
lain;
*.Mereka dapat menyimpan sisa- sisa makanan dengan lebih baik dan aman;
*.Mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama
apabila cuaca sedang tidak baik;
*.Mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk
berkumpul dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat
bagi hidup dan kehidupannya;
*.Mereka mulai mengenal
sistem astronomi untuk kepentingan
bercocok tanam;
*.Mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat praaksara
cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah
pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:
*.Memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat
menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
*.Memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu
kebutuhan hidup manusia
*.Lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah
lain yang lebih mudah
Mengenal
Api
Dalam sejarah
banyak sekali penemuan-penemuan yang sangat membantu bagi kehidupan kita, dan
hampir setiap penemuan dalam sejarah bisa merubah kehidupan umat manusia hingga
dunia. Salah satunya adalah api. Api sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup
manusia walau kadang api ini menimbulkan masalah. Tergantung seperti apa api
itu kita gunakan, ada pepatah mengatakan "kecil jadikawan dan besar jadi
lawan". Manfaat api memang sudah bisa kita rasakan dalam kehidupan seperti
untuk penerangan, memasak, menghangatkan tubuh dan lain sebagainya. Dan
terkadang kita bertanya-tanya bagaimana api mula-mula ditemukan dan siapa
penemunya?, Api atau energi panas yang pada awalnya bisa kita dapatkan dengan membenturkan
dua buah batu atau dengan mmenggesekan dua buah kayu, sehingga akan menimbulkan
percikan api yang kemudian bisa kita gunakan pada ranting kering atau daun kering yang kemudian bisa menjadi
sebuah api. Pertama kali api dikenal adalah pada zaman Homo Erectus, yaitu sekitar
400.000 tahun yang lalu. Mulai
dari situ lah peradaban mulai berubah, para manusia praaksara itu pun baru mengenal api untuk memasak, penerangan
dan yang lainnya.
Pembabakan Waktu
Pra-sejarah Indonesia, Hasil Kebudayaan, dan Manusia Pendukungnya
Manusia mulai
muncul di dunia pada jaman Quartier.
Selain mulai adanya kehidupan manusia, pada jaman Quartier juga terjadi dua
kejadian luar biasa yaitu adanya jaman
es yang terjadi pada masa glasial dan berpisahnya daratan, karena mencairnya es
di kutub pada jaman interglasial.Jaman Quartier dibagi dua, yaitu Pleistosen
dan Holosen. Jaman Pleistosen kembali dibagi menjadi tiga, yaitu Pleistosen
bawah, tengah, dan atas. Kebudayaan manusia mulai ditemukan pada masa
pleistosen tengah, yaitu kebudayaan Paleolitikum. Kebudayaan manusia tersebut
terusberkembang hingga jaman Holosen.Supaya lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan pembabakan waktu pra-aksara, hasil kebudayaan, dan manusia pendukungnya secara
lebih rinci.
A.
Zaman
Batua. Paleolitikum (zaman batu tua)
Zaman ini terjadi sekitar 600.000 tahun yang lalu.Ciri
kehidupan masyarakat :
- .Alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakansecara kasar, tidak diasah atau dipolis.
- Mata pencahariannya masih berupa berburu, menangkap ikan dan meramu makanan (food gathering).
- .Hidup masih secara nomaden(berpindah-pindah).
- Hidup berkelompok-kelompok (3-10 orang)
- Pada zaman ini sudah ditemukannya api.Hasil kebudayaan :
1.Kebudayaan Pacitan (Pleistosen Tengah)
·Choper/ kapak genggam
·Kapak perimbas
2.Kebudayaan Ngandong (Pleistosen Atas)
·Alat-alat dari tulang dan tanduk rusa (alat penusuk,
kapak genggam, pengorek tanah, tombak bergerigi)
·Flakes/ serpih belah (terbuat dari batu-batuChalcedon)
·Lukisan di gua (tapak tangan berwarna merah dan babi
hutan)Pendukung kebudayaan :
1.Pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecantropus erectu syang ditemukan di lapisan Trinil
Mojokerto, berasal dari jaman Pleistosen tengah.
2.Pendukung kebudayaan Ngandog adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensisyang ditemukan di gua Leang
Pattae di daerah Sulawesi Selatan, berasal dari jaman Pleistosen Atas.
B.
Mesolitikum
(zaman batu tengah)
Masa ini terjadi pada jaman Holosen. Ciri kehidupan masyarakat :
1.Hidupsemi sedenter(menetap di gua-gua), namun masih
melakukan food gathering(mengumpulkan
makanan).
2.Ala–alat yang digunakan sama dengan zaman Paleolitikum,
namun sudah lebih berkembang.
Hasil kebudayaan :
1.Kebudayaan Pebble:
·Kjokkken monddinger(sampah dapur yang berasal dari
tumpukan kulit kerang yang sudah menjadi bukit).
·Pebble (kapak genggam Sumatera,Sumateralith)
·Hachecourt (kapak pendek)
2.Kebudayaan Bone
Banyak ditemukannya alat-alat kebudayaan
dari tulang.
3.KebudayaanFlakes
·Abris Sous Roche(gua tempat tinggal)
·Kebudayaan Toala, berupa Flakes dan Pebble
·Flakes dan ujung
panah dari batu Chalcedon
Pendukung kebudayaan :Manusia pendukung
kebudayaan pada masa Mesolithikum adalah ras Papua-Melanosoid yang ditemukan di pantai timur Sumatera, Sulawesi
Selatan, Pulau Timor dan Pulau Rote.
C.
Neolithikum
(zaman batu muda)
Ciri kehidupan masyarakat :
1.Terjadi revolusi besar dari food gathering menjadi food
producing (bercocok tanam).
2.Sedenter (hidup mulai menetap di gua-gua).
3.Alat-alat batu buatan manusia mulai diasah sehingga
halus dan indah.
Hasil kebudayaan :
1.Kapak persegi (banyak ditemukakan di daerah
Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan
2.Kapak batu (banyak ditemukan di Minahasa)
3.Alat-alat perhiasan (banyak ditemukan di
Jawa)
4.Tembikar dan pakaian tenun.
Manusia pendukung :Manusia pendukung pada zaman ini
adalah Austronesia(Austria), dan Austro-Asia(Khmer-Indocina).
D.
Megalithikum
Ciri kehidupan masyarakat :
1.Dapat membuat kebudayaan dari batu-batu besar.
2.Mulai mengenal sistem kepercayaan (animisme).
3.Berkembang sejak Neolithikum sampai zaman perunggu.
Hasil kebudayaan :
1.Menhir (tugu batu untuk pemujaan)
2.Dolmen (batu besar tempat persembahan)
3.Sarkofagus (peti mati)
4.Waruga (kubur berbentuk kubus persegi atau bulat)
5.Punden berundak
E.
Zaman
Logam
Pada zaman logam manusia sudah mulai membuat alat-alat
kebudayaan dari logam. Manusia sudah mulai mengenal teknik melebur logam dan
mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik yang digunakan ada dua
yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat atau lilin
yang disebut acire perdue.
Zaman logam dibagi tiga yaitu, zaman tembaga, zaman
perunggu, dan zaman besi.
a.
Zaman
Tembaga
Zaman ini kurang berkembang di Indonesia, namun ada
beberapa alat kebudayaannya ditemukan di Indonesia. Alat-alat tersebut diyakini
berasal dari Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, dan Vietnam.
b.
Zaman
Perunggu
Ciri kehidupan masyarakat :
1.Pemakaian peralatan logam yang dikembangkan melalui
teknikbivalve(rangkap) dana cire perdue(cetak lilin).
2.Telah terbentuk perkampungan yang teratur dipimpin
oleh kepala suku atau adat.
3.Tinggal di dalam rumah bertiang besar yang bagian
bawahnya dijadikan tempat beternak dan bertani.
4.Telah terdapat pembagian kerja
berdasarkan keahlian.
5.Telah menguasai ilmu astronomi.
Hasil kebudayaan :
1.Kapak perunggu
2.Nekara perunggu
3.Bejana perunggu
4.Kapak corong (kapak sepatu)
c. Zaman Besi
Ciri kehidupan masyarakat :
Telah dapat meleburkan besi untuk
dituangkan menjadi alat-alat yang dibutuhkan. Hasil kebudayaan :
1.Mata kapak
2.Mata sabit
3.Mata pisau
4.Mata pedang
5.Cangkul, dll.
Sistem Kepercayaan
Manusia Zaman Prasejarah atau awal Masyarakat Indonesia
- Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat
Indonesia berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan.
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari
tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, dalam
perkembangannya, mereka mulai berdiam lama/tinggal pada suatu tempat, biasanya
pada goa-goa, baik ditepi pantai maupun pada daerah pedalaman. Pada goa-goa itu
ditemukan sisa-sisa budaya mereka, berupa alat-alat kehidupan. Kadang-kadang
juga ditemukan tulang belulang manusia yang telah dikuburkan di dalam goa-goa
tersebut. Dan hasil penemuan itu dapat diketahui bahwa pada masa itu orang
sudah mempunyai pandangan tertentu mengenai kematian. Orang sudah mengenal
penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.
Orang mulai memiliki suatu pandangan bahwa hidup tidak
berhenti setelah orang itu meninggal. Orang yang meninggal dianggap pergi ke
suatu tempat yang lebih baik. Orang yang sudah meninggal masih dapat dihubungi
oleh orang yang masih hidup di dunia ini dan begitu pula sebaliknya. Bahkan
apabila orang yang meninggal tersebut merupakan orang yang berpengaruh maka
diusahakan agar selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat atau perlindungan, bila ada kesulitan dalam
kehidupan di dunia. Inti kepercayaan terhadap roh nenek moyang terus berkembang dari zaman ke zaman dan secara umum dilakukan oleh setiap
masyarakat di dunia.
Orang mulai berpikir bahwa orang yang meninggal
berbeda dengan orang yang masih hidup.Pada orang yang meninggal ada sesuatu
yang pergi, sesuatu itulah yang kemudian disebut dengan roh. Penguburan
kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan wujud penghormatan kepada orang
yang meninggal, penghormatan kepada orang yang telah pergi atau penghormatan
kepada roh.
Berdasarkan hasil peninggalan budaya sejak masa
bercocok tanam berupa bangunan-bangunan megalitikum dengan fungsinya sebagai tempat-tempat pemujaan atau penghormatan
kepada roh nenek moyang, maka diketahui bahwa masyarakat pada masa itu sudah
menghormati orang yang sudah meninggal. Di samping itu, ditemukan pula bekal
kubur. Pemberian bekal kubur itu dimaksudkan sebagai bekal untuk menuju ke alam
lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum masuknya pengaruh
Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan
kepada roh nenek-moyang.
- Kepercayaan Bersifat Animisme
Setelah kepercayaan masyarakat terhadap roh nenek
moyang berkembang, kemudian muncul kepercayaan yang bersifatanimisme.Animisme
merupakansuatu kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang dianggap
memiliki roh atau jiwa.
Awal munculnya kepercayaan yang bersifat animisme ini didasari oleh
berbagai pengalaman dan masyarakat
yang bersangkutan. Misalnya, pada daerah di sekitar tempat tinggalnya terdapat
sebuah batu besar. Masyarakatyang melewati batu besar itu baik siang maupun
malam mendengar keganjilan-keganjilan
seperti suara minta tolong, memanggil-manggil
namanya, dan lain sebagainya. Tetapi begitu dilihat, mereka tidak menemukan
adanya orang yang dimaksudkan. Peristiwa ini kemudian terus berkembang, hingga
masyarakat menjadi percaya bahwa batu yang dimaksudkan itu mempunyai roh atau
jiwa.
Di samping itu, muncul suatu kepercayaan di
tengah-tengah masyarakat terhadap benda-benda pusaka yang dipandang memiliki
roh atau jiwa. Misalnya sebilah
keris, tombak atau benda-benda pusaka lainnya. Masyarakat banyak yang percaya bahwa
sebilah keris pusaka memiliki roh atau jiwa, sehingga benda-benda seperti itu
dianggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang berkembang dalam
masyarakat.
Kepercayaanseperti ini masih terus berkembang dalam
kehidupan masyarakat hingga sekarang ini. Bahkan bukan hanya pada daerah-daerah
pedesaan, melainkan juga berkembang dan dipercaya oleh masyarakat diberbagai
kota.
Selain benda-benda tersebut di atas, terdapat banyak
hal yang dipercaya oleh masyarakat yang dipandang memiliki roh atau jiwa, antara
lain bangunan gedung tua, bangunan candi, pohon besar dan
lain sebagainya.
- Kepercayaan Bersifat Dinamisme
Kepercayaan dinamisme mengalami perkembangan yang
tidak jauh berbeda dengan kepercayaan animisme. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap banda memiliki kekuatan gaib.
Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh nenek moyang pada masa kehidupan
masyarakat bercocok tanam, maka berkembang pula kepercayaan yang bersifat dinamisme. Perkembangan kepercayaan
dinamisme ini, juga didasari oleh suatu pengalaman dan masyarakat bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman itu terus berkembang secara turun temurun dan generasi ke
generasi hingga sekarang mi. Misalnya, sebuah batu cincin dipandang mempunyai
kekuatan untuk melemahkan lawan. Sehingga apabila batu cincin itu dipakai, maka
lawan-lawannya tidak akan sanggup menghadapinya.
Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris
atau tombak yang dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan,
apabila keris itu ditancapkan dengan ujungnya menghadap ke atas akan dapat
menurunkan hujan. Kepercayaan seperti ini mengalami perkembangan, dan bahkan
hingga sekarang ini masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat.
- Kepercayaan Bersifat Monoisme
Kepercayaan monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan
ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dan masyarakat. Melalui pengalaman
itu, pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai berpikir terhadap apa-apa
yang dialaminya, kemudian mempertanyakan siapakah yang menghidupkan dan mematikan manusia???.., siapakah yang
menghidupkan tumbuh-tumbuhan??.., siapakah yang menciptakan
binatang-binatang??.., bulan dan matahari??.. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini
terus dipikirkan oleh manusia, sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa, di luar
dirinya ada suatu kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh
kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan
Tuhan Yang Maha Esa.
monggo dibaca....
BalasHapus